COVID-19: MANUSIA JADI “Parno”



Wabah virus Covid-19 telah melanda seantero dunia. Negara adidaya,  berkembang, dan negara ketiga ikut larut dalam derita pandemi ini. Kulit putih  atau hitam, sawo matang maupun kuning langsat, rambut lurus serta kriting,  semua dapat terpapar, tertular, dan terjangkiti. Tidak ada ras manusia yang  kebal dari ganasnya virus Covid-19. Data per tanggal 10/5/2020 sebanyak 4.1  juta orang positif corona di dunia. Orang meninggal sebanyak 280.431 jiwa  (kompas.com/10/5/2020). Sementara, di Indonesia per tanggal 10/5/2020  sebanyak 13.645 postif corona, meninggal dunia 959 pasien. Semenjak  ditemukan pasien pertama positif corona di Indonesia pada awal maret.  

Kematian pasien positif covid-19 melaju super cepat. Hanya dalam tempo dua bulan sepuluh hari  959 nyawa melayang di Indonesia.  

Timbul sebuah fenomena baru akibat virus mematikan ini. Di Banyumas Jawa Tengah, warga  melempari ambulans dan petugas khusus pemakaman berpakaian lengkap standar medis covid-19.  Warga desa menolak pemakaman jenazah di wilayah mereka. Di Lampung, warga memasang  spanduk di areal pemakaman berbunyi penolakan warga terhadap jenazah Covid-19. Hal yang  sama terjadi di Gowa Sulawesi Selatan, warga bentrok dengan petugas keamanan setempat  (Kompas.com 5/4/2020). Hal ini kontradiktif dengan wajah umat Islam di Indonesia yang selama  ini mengikuti ajuran syariat Islam menyegerakan pemakaman jenazah. Syariat Agama Islam tidak  mengajarkan penolakan terhadap pemakaman jenazah. Prof Hasanuddin Guru Besar UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta mengatakan bahwa Islam tidak mengenal penolakan jenazah, dimana pun  seorang muslim dimakamkan itu sama, yaitu di bumi Allah (Republika.com 1/4/2020).  

Lain lagi di wilayah Huta III, Nagari Panambean Marjanji, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten  Simalungun Sumut. Warga menolak kehadiran satu keluarga karena salah satu diantaranya sempat  dirawat RSUP H. Adam Malik. RSUP H. Adam Malik adalah rumah sakit rujukan Covid-19 di  Medan Sumut. Warga menuding bahwa kepulangan mereka dari RSUP H. Adam Malik setelah  terkena virus corona sehingga anggota keluarga mereka dirawat di rumah sakit yang menangani  pasien virus corona tersebut. Padahal si anak dalam keluarga ini dirawat karena sakit lambung,  bukan Covid-19. 

Miris pula nasib Sudirman (70), warga Dusun Pawulun, Desa Gondowulan, Kecamatan Kepil,  Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Tidak satupun orang yang mau menolong orang tua ini,  termasuk anak kandungnya sendiri. Sudirman mengalami demam tinggi dan tubuhnya menggigil  sehingga warga tidak mau menolongnya. Padahal Sudirman bukan berstatus ODP yang berasal  dari daerah terjangkit, atau PDP, apalagi Pasien Positif Corona (Suara Jawa tengah.id 6/4/2020).  Ketakutan ini terjadi karena Sudirman sempat berziarah ke kudus beberapa minggu sebelumnya.  Durasi waktu ziarah yang sudah lama terjadi itu seharusnya bukan menjadi alasan ketakutan warga  terhadap Sudirman.  

Viral di media sosial seorang perempuan pembeli buah melempar uang kepada penjual karena  takut tertular virus corona (Suarabanten.id 5/4/2020). Perempuan itu dari balik kaca mobil melemparkan uang kepada penjual duku yang berdiri dipinggir jalan. Perempuan itu meminta  kepada penjual buah untuk tidak mendekat ke arah mobil si pembeli. Nampak jelas ketakutan si  perempuan tertular Covid-19 dalam video yang berdurasi 15 detik tersebut. 

Hoboh telur rebus di makan tengah malam untuk menangkal virus corona (https://m.detik.com 26/3/2020). Jagat maya riuh oleh posting-an: ada bayi yang baru lahir dapat berbicara bahwa telur  rebus bisa menolak bala. Posting-an tersebut menyatakan bahwa telur rebus bila dimakan tengah  malam dapat mencegah corona. Bayi tersebut seolah-olah berbicara menyuruh orang-orang makan  telur rebus sebelum pukul 12.00 malam sebagai tolak bala. Tidak sedikit orang yang terpengaruh  dengan berita hoax ini. Akal dan pikiran manusia seolah buta akibat kekhawatiran yang berlebihan  terhadap Covid-19. 

Dunia maya diramaikan pula dengan anggapan bahwa asap rokok dapat menyebarkan virus Covid 19. Orang akhirnya menghindari asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Media asap diisukan  dapat menjadi media penularan. Meskipun isu tersebut telah dibantah oleh Pengurus Besar Ikatan  Dokter Indonesia (PB IDI, Dr. Daeng M. Faqih menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada  penelitian yang membuktikan dugaan tersebut (https://m.kapanlagi.com, 18 April, 2020).  

Tersiar pula kabar melalui media sosial bahwa sebuah penelitian menyebutkan bahwa corona dapat  tersebar melalui kentut. Gas yang dihasilkan dari kentut dikhawatirkan berisi virus Covid-19. Hal  ini dapat menjangkiti orang yang ada didekat kita saat kentut. Orang-orang kemudian  menyarankan memakai celana yang baik untuk meminimalisir tertularnya orang lain.  

Beberapa lokasi di Inggris, massa membakar menara telekomunikasi (BTS) jaringan internet 5G  (Tribun.news, 7/4/2020). Adanya teori konspirasi yang mengaitkan penyebaran covid-19 dengan  jaringan 5G. Teori yang beredar di media social mengklaim bahwa virus corona dimulai dari  Wuhan karena Cina baru saja meluncurkan jaringan 5G di kota tersebut. Dan virus tersebut  menyebar ke kota lain melalui jaringan yang menggunakan teknologi 5G. lebih aneh lagi,  gelombang elektromagnetik dianggap dapat membawa virus. 

Sebelum Covid-19, sanak saudara yang mudik dari rantauan akan disambut bak pahlawan.  Keluarga, sanak-saudara, tetangga, dan kerabat akan mendatangi rumah pemudik untuk melepas kerinduan. Silaturrahmi setelah bertahun tidak bertemu. Atau sekadar menikmati oleh-oleh berupa  makanan dan minuman yang dibawa dari perantauan. Namun, setelah merebaknya Covid-19. Anak  rantau yang mudik dihalangi masuk ke kampung halamannya. Mereka harus diisolasi dahulu  selama 14 hari baru bisa bertemu dengan keluarga. Sanak-saudara, tetangga, dan kerabat bukannya  mendekat untuk memberikan ungkapan selamat datang. Mereka menjauh takut menjaga jarak.  Mereka justru memandang dengan tatapan nanar dan penuh tanda tanya. Apakah engkau tidak  membawa penyakit? Hilang senda-gurau, kebersamaan menikmati secangkir milo apa bila  perantau dari Malaysia. Atau cemilang krupuk amplang apabila pemudik dari Kalimantan.  Mungkin juga hadiah baju batik pekalongan bila keluarga dari Jawa.  

Sebelum Covid-19, jika ada orang Islam bersin lalu orang tersebut berkata Alhamdulillah. Orang  Islam di sekitar menyahutinya dengan Yarhamukallah. Umat Islam akan mendapatkan pahala  Sunnah jika memberikan sahutan tersebut. Namun, setelah Covid-19. Bersin di tengah manusia  menjadi sebuah peristiwa yang akan berakibat fatal. Jika ada orang bersin, orang disekitar akan 

sangat cepat pergi meninggalkan orang tersebut. Bersin dianggap sebagai salah satu jalan yang  digunakan oleh virus Covid-19 berpindah ke orang lain. Droflet dari bersin dapat berisi virus  Covid-19, jika orang yang bersin di dalam tubuhnya terdapat virus tersebut. Kenyataan ini  mengubah persepsi orang terhadap bersin. Akhirnya, orang sedapat mungkin tidak bersin di tengah  kerumunan orang.  

Malang nasib tiga orang perawat RSUD Bung Karno Surakarta. Mereka diusir oleh ibu kos melalui  pesan singkat di aplikasi WhatsApp alias WA (Liputan6.com.28/4/2020). Hal ini terjadi karena ibu  kost merasa khawatir lantaran ketiga perawat ini bekerja di rumah sakit rujukan Covid-19. Ironisnya,  ibu kost tersebut adalah seorang bidan yang seharusnya memahami permasalahan pandemi ini. Di  media sosial dan elektronik perawat sebagai pejuang kemanusian yang berada di garda terdepan  memerangi Covid-19 disanjung untuk tetap teguh dan semangat menjalankan profesinya. Bukan malah  sebaliknya, dikucilkan dan diusir dari lingkungan kita.  

Di tengah pandemi Covid-19 berhembus kabar bahwa akan terjadi kegelapan (dukhan). Kabar ini  dikaitkan dengan isu asteroid yang mendekati bumi (https://newsmaker.tribunnews.com/2020/05/08/).  Kabarnya asteroid tersebut akan bertabrakan dengan bumi sehingga mengakibatkan dentuman keras.  Topik ini dihubungkan dengan tanda kiamat. Banyak masyarakat akhirnya terpedaya dengan isu  tersebut. Mereka mempersiapkan diri dengan membeli kebutuhan pokok secara berlebihan. Hal Ini  mereka lakukan karena bumi akan gelap selama berhari-hari. Ada pula yang menghubungkan  kemunculan Covid-19 sebagai rangkaian awal dari kiamat yang akan segera terjadi. Masih terngiang  diingatan, peristiwa serupa pernah terjadi pada tahun 1999 dan 2012 dengan isu berbeda. Paranormal bernama Michel de Nostradame (Nostradamus) (1503-1566) pernah meramalkan kiamat  dalam buku ramalannya berjudul Les Vraves Centuries. Dalam buku tersebut, ia meramalkan kiamat akan  terjadi pada bulan Juli 1999. Akan tetapi, di dunia nyata, terdengar kabar bahwa kiamat itu diramalkan  terjadi tanggal 9/9/1999 (https://id.wikipedia.org/wiki/). Namun, dunia dilanda puncak kecemasan akan kiamat pada pergantian milenium ketiga ini (desember 1999). Diberitakan bahwa di India terjadi eksodus  besar-besaran, sementara di Jepang pusat perbelanjaan diserbu warganya  (https://kompas.id/baca/utama/2019/12/29/). Tapi kiamat tidak terjadi. Selanjutnya, awal tahun 2012  dihebohkan oleh isu kiamat yang akan terjadi pada tanggal 21/12/2012. Isu itu berawal dari ramalan Suku  Maya yang menyebut akan terjadi kiamat pada 21 Desember 2012 (https://news.detik.com.). Bahkan dibuat  film yang menggambarkan kiamat penuh dengan gempa bumi dan tsunami. Rumor ini mendapat beragam  tanggapan dari warga dunia. Lagi-lagi isu tersebut tidak terjadi.  

Covid-19 membuyarkan rencana budaya tahunan masyarakat Indonesia, yaitu mudik. Wabah  Covid-19 semakin meluas dengan sangat cepat memaksa pemerintah mengeluarkan larangan  mudik. Tidak hilang akal, masyarakat kota-kota besar menyiasatinya dengan segala cara agar tetap  dapat mudik. Ada yang rela berpanas-panas bersembunyi dalam mobil boks, ada pula mengumpet  di bagasi bis antarkota, sebagian lagi menimbun diri dengan hasil bumi di atas mobil truk, atau  menyewa mobil khusus dengan sewa selangit agar tetap dapat merayakan lebaran dengan sanak  keluarga. Sekali lagi, kejadian ini mengubah perilaku masyarakat yang biasa mudik dengan aman,  nyaman, tanpa rasa was-was menuju kampung halaman. 

Covid-19 masih berlangsung, kita sebaiknya mengikuti anjuran pemerintah untuk disiplin dan  meningkatkan kesadaran kolektif terhadap protokol kesehatan agar bisa mengakhiri wabah ini. Rajin mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, gunakan masker terutama jika bepergian,

menjaga jarak dengan orang lain bila berada di ruang publik, komsumsi gizi seimbang, sayur, dan  buah, rajin berolah raga, istirahat cukup, bila batuk-pilek dan sesak napas segera kunjungi fasilitas  kesehatan. Tetap waspada, jangan terpengaruh dengan berbagai isu yang belum tentu  kebenarannnya. Sosial media seyogyanyalah dijadikan sebagai alat jejaring informatif agar dapat  memperluas interaksi sosial yang harus bersih dari hoax. Kesimpang-siuran berita dapat  menyebabkan masyarakat parno terhadap informasi yang didapatnya. Berita tentang Covid-19  harus didapatkan dari sumber terpercaya, yaitu pemerintah diwakili oleh Gugus Tugas Percepatan  Penanganan Covid-19 (covid19.go.id). Semoga wabah Covid-19 dapat cepat berakhir sehingga  kehidupan masyarakat kembali normal seperti sediakala. Amin.


COVID-19: MANUSIA JADI “Parno” COVID-19: MANUSIA JADI “Parno” Reviewed by idiomatik on May 11, 2022 Rating: 5

6 comments:

Powered by Blogger.