HISKI “Riwayatmu Kini”

 

Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) merupakan sebuah organisasi profesi yang terbuka dan mandiri. Organisasi ini didirikan pada tanggal 17 November 1984 di Tugu, Puncak, Jawa Barat (https://badanbahasa.kemendikbud.go.id). Tahun ini organisasi ini telah memasuki usia 37 tahun. Sebuah usia sangat produktif, matang, mampu berpikir professional. Namun, apakah di umur seperti ini HISKI telah melahirkan sebuah sumbangan pemikiran yang kritis terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dunia pendidikan di tanah air Indonesia secara berkesinambungan. Sebagaimana yang termaktub dalam tiga tujuan pendirian organisasi profesi ini. Adapun tiga tujuan muliah berdirinya HISKI, yaitu: (a) membina dan mengembangkan gagasan dan kreativitas anggotanya di bidang kesusastraan; (b) menyebarluaskan hasil-hasil kegiatannya demi kemajuan pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan; serta (c) meningkatkan apresiasi kesusastraan di kalangan masyarakat.

Mencermati setiap bagian secara detail tujuan awal pendirian HISKI, organisasi ini seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangsih gagasan atau konsep dalam kemajuan pendidikan. Di poin (b) terlihat jelas tujuan HISKI, menyebarluaskan hasil-hasil kegiatannya demi kemajuan pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan. Artinya, semua hasil penelitian, seminar, atau konferensi yang dilakukan oleh organisasi ini harus melahirkan konsep yang dapat didorong untuk perbaikan dalam dunia pendidikan, khusus dalam bidang kesusastraan. Jadi, HIKSI bukanlah organisasi pencetak prosiding konferensi atau jurnal saja.

Habis konferensi, prosiding hanya menghiasi lemari buku dan akhirnya berdebu. Bukan pula lembaga penghasil Sertifikat pembicara atau penulis artikel untuk dijadikan sebagai dokumen penunjang dalam pengisisan Beban Kerja Dosen (BKD) atau dokumen kenaikan pangkat/jabatan. Kegiatan Konferensi-Kongres-Munas-Rakornas-Pelatihan-Lokakarya bukanlah acara temu kangen sesama anggota dari seluruh komisariat se-Indonesia dan ujungnya rekreasi di sebuah objek wisata. Namun, jika hal ini terjadi, HISKI telah kehilangan marwah sebagai sebuah lembaga professional berharkat-bermartabat-terhormat karena nilai dan tujuan mulia-luhur yang diembannya.

Dalam AD/ART HISKI telah tertuang secara jelas bahwa untuk merealisasikan tujuan mulia tersebut dapat ditempuh melalui: (1) menyelenggarakan pertemuan ilmiah; (2) menyelenggarakan pelatihan dan lokakarya; (3) mempublikaskan hasil-hasil kegiatan; (4) menyumbangkan keahlian kepada lembaga-lembaga pendidikan di bidang pembinaan, pengajaran, dan penelitian sastra; (5) ikut aktif dalam kegiatan nasional dan internasional yang bertujuan untuk meningkatkan profesi dan keilmuan; (6) mengadakan kegiatan lain yang sesuai dengan asas dan tujuan organisasi. (https://hiski.or.id). Oleh karena itu, penyelenggaraan pertemuan ilmiah, pelatihan, dan publikasi hasil-hasil kegiatan ilmiah tersebut harus bisa disumbangkan dalam dunia pendidikan terutama bidang pembinaan, pengajaran, dan penelitian sastra. Misalnya, hasil pertemuan ilmiah tersebut dapat mewarnai materi sastra dalam kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Tingkat Bawah sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas. Seharusnya, setelah konferensi-kongres dan publikasi ilmiah ditindaklanjuti dengan sebuah aksi implementasi penerapan di dalam dunia pendidikan. Tidak terhenti sampai publikasi ilmiah saja. Implementasi ini sebenarnya dapat terealisasi secara cepat karena anggota HISKI banyak dari kalangan sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Daerah, dan Asing yang nota-bene adalah dosen/guru di lingkup satuan pendidikan masing-masing. Bahkan, implementasi dapat direalisasikan secara nasional bila lembaga ini dapat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum khususnya pengajaran Bahasa Indonesia.

Satu fenomena yang semestinya menjadi fokus HISKI, yaitu research ilmiah tentang problematika materi kesusastraan dalam pengajaran Bahasa Indonesia. Hal ini telah mejadi isu beberapa tahun terakhir tetapi belum selesai sampai saat ini. Permasalahan kurangnya materi sastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia, durasi waktu, hingga bentuk evaluasi yang tidak seragam seyogyanya menjadi konsentrasi para sarjana kesusastraan Indonesia. Bahkan dalam kurikulum 2013 (Edisi revisi) materi kesusastraan cenderung terabaikan. Masalah ini harus dianggap serius oleh HISKI karena materi kebahasaan dan kesusastraan merupakan dua unsur yang penting tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Materi kebahasaan tidak lengkap tanpa kehadiran materi kesusastraan, keduanya tidak dapat berdiri sendiri. Kedua materi ini seperti dua sisi mata uang logam yang saling melengkapi dan menyempurnakan.

Sufanti (dalam Gunawan, 2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kurikulum selalu menyatakan bahwa dalam pengajaran Bahasa Indonesia materi kesusastraan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan materi kebahasaan. Namun, implementasi di lapangan membuktikan bahwa porsi pengajaran sastra selalu ketinggalan jauh dari materi bahasa. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa materi sastra tidak lagi disejajarkan dengan materi bahasa. Padahal pengajaran apresiasi terhadap sastra mengemban misi afektif dalam diri siswa. Artinya, meteri apresiasi terhadap sastra dapat memperkaya pengalaman siswa, memperkuat kepekaan sosial- budaya dan menjadikannya tanggap terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya.

Pada gilirannya, pengajaran sastra yang disampaikan secara efektif dapat memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, dan meningkatkan kemampuan berbahasa siswa. Siswa pun diarahkan dapat menghargai dan membanggakan hasil karya sastra Indonesia sebagai khasanah kebudayaan dan intelektual manusia Indonesia. Manfaat ini seolah-olah tidak membuat penyusun-pengembang kurikulum melirik dan menyejajarkan porsi materi bahasa dan sastra dalam pengajaran bahasa Indonesia.

Dalam Rakornas HISKI ke XXX tanggal 17 November 2021 bertempat di Hotel Swiss- Bell Palu, Prof. Dr. Riris K Toha Sarumpaet dan Prof. Dr. Djoko Saryono sebagai Dewan Pakar melakukan refleksi kritis terhadap HISKI. Secara garis besar keduanya menyoroti kinerja organisasi ini secara umum. Menurut mereka HISKI haruslah ditempatkan sebagai organisasi profesi, bukan sebuah organisasi paguyuban. HISKI harus mampu memberikan wawasan tentang sastra, mengutamakan kualitas, melayani masyarakat, dan memiliki renstra yang jelas.

Diperlukan kerja sama, komunikasi empati, dan bertanggungjawab pada kepakaran. Diperlukan penawaran spesies-spesies baru yang diorkestrasikan dalam keberagaman sastra, Pengelolaan HISKI semestinya mampu menyentuh level menteri, memiliki media komunikasi, dan mengangkat aspirasi. Perbedaan pandangan dalam organisasi adalah dinamika yang bertanggung jawab pada keilmuan sastra masa depan. Pandangan kedua dewan pakar ini menghujam tepat di jantung dan hati organisasi HISKI. Apa yang mereka uraikan merupakan kegelisahan sebagian kecil anggota organisasi yang berada di komisariat daerah. Pertemuan ilmiah yang selama ini dilakukan setiap tahunnya hanyalah sebuah bentuk seremonial belaka dengan tujuan pragmatis untuk kepentingan pengurus dan anggotanya. Tidak lagi berpihak kepada kepentingan masyarakat-bangsa-negara secara luas. Organisasi ini harus merekam dan mengingat dengan sebaik-baiknya pernyataan kritis keduanya. Ulasan mereka berdua harus dijadikan momentum untuk bangkit, memperbaiki diri, membenahi kembali jalur dan arah organisasi ini.

Banyak dari sarjana pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang berprofesi sebagai guru menantikan hadirnya kiprah HISKI dalam mewarnai muatan kurikulum pengajaran bahasa Indonesia. Dengan menyentuh level menteri, HISKI akan dapat ikut andil dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum di tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi. Selanjutnya, kurikulum bahasa Indonesia akan sesuai dengan harapan- harapan guru bahasa Indonesia di seluruh Indonesia. Hal ini terjadi karena HISKI akan lebih mengetahui secara mendalam tentang kebutuhan materi kesusastraan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan ini disebabkan karena HISKI setiap tahun menyelenggarakan pertemuan ilmiah yang membahas tentang hasil penelitian dari dosen dan guru dari kalangan sarjana kesusastraan, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Mengadakan pelatihan dan lokakarya serta mempublikaskan hasil-hasil kegiatan tersebut untuk bisa diketahui oleh masyarakat umum. Dari hasil penelitian tersebut tentu dilahirkan gagasan-konsep-ide baru yang berkaitan dengan kesusastraan Indonesia sehingga materi sastra yang dilahirkan akan selalu mengikuti perkembangan zaman. Nilai afektif dan pedagogisnya pun tetap diperoleh siswa sesuai dengan konteks waktu, masa, dan situasi saat pembelajaran berlangsung. Jadi, bila HISKI dilibatkan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, khusunya materi kesusastraan dalam pengajaran bahasa Indonesia sangatlah tepat.

HISKI sebenarnya bisa memiliki kekuatan untuk berperan aktif dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui kesusastraan. Luput dari kesadaran kita bahwa tradisi sastra mempresentasikan kesadaran yang tinggi dari ras manusia. Mampu memberikan makna kekinian dan kualitas hidup yang tinggi serta lebih baik. Sastra terikat pula dengan budaya serta peradaban manusia. Oleh karena itu, salah satu ciri keunggulan budaya dan peradaban sebuah bangsa ditandai dengan tradisi sastranya. Hal ini disebabkan karena di dalam kesusastraan masyarakat dapat menemukan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, religiusitas, hingga etika. C.P. Snow (2001) mengatakan bahwa terdapat dua kebudayaan inti yang telah dikaburkan oleh modernitas, yaitu kebudayaan sastra atau seni dan kebudayaan ilmiah. Dua ranah ini seharusnya terintegral dalam diri seorang manusia yang terpelajar, berperadaban dan berbudaya unggul. Bila kesusastraan sudah ditinggalkan termasuk dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah sebagai lembaga formal untuk mengembangkan SDM Indonesia, ini menjadi tanda-tanda kehancuran atau keterpurukan. Kehancuran ini terlihat dari hilangnya keunggulan esensial manusia dan mengancam cara hidup secara keseluruhan sebuah bangsa.

Ditandai dengan kurangnya nilai-nilai luhur, kebaikan, etika, dan keyakinan bersama serta ketidakmampuan menemukan makna hidup positif yang telah disepakati bersama. Tugas HISKI untuk meningkatkan apresiasi kesusastraan di kalangan masyarakat merupakan sebuah tugas yang tidak ringan. Jika kita menyadari ancaman keterpurukan di atas, maka setiap anggota organisasi profesi ini pasti akan merasa was-was dan khawatir. Dampak besar yang dapat kita rasakan, yaitu bangsa ini berpeluang menjadi bangsa inferior dalam peradaban dunia, bila hal ini tidak direstrukturisasi secepatnya. Menjadi bangsa lemah, mudah digoyahkan oleh arus globalisasi, informasi, westernisasi, konsumtif, sampai kepada kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu, HISKI wajib merapatkan barisan untuk kembali kepada tujuan awal pendirian organisasi ini. Berperan secara profesional, inovatif, dan kreatif dalam melahirkan berbagai gagasan konstruktif untuk pengembangan dan pengimplementasian apresiasi kesusastraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk dalam pengembangan materi apresiasi sastra dalam kurikulum pengajaran Bahasa Indonesia. Pada akhirnya, HISKI dapat mengambil bagian dalam melahirkan generasi masa depan bangsa Indonesia yang unggul secara ilmu pengetahuan, cerdas budi-pekerti serta ahlak mumpuni. Semoga.

HISKI “Riwayatmu Kini” HISKI “Riwayatmu Kini” Reviewed by idiomatik on May 16, 2022 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.