MENGULIK SINGKAT PEMBELAJARAN DARING MASA COVID-19



Semakin meluasnya penyebaran Covid-19 di Indonesia diyakini dapat mengakibatkan kesehatan lahir dan batin siswa, guru, kepala sekolah dan seluruh warga sekolah menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan. Dasar inilah menjadi pijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tanggal 24 Maret 2020. 

Salah satu poin kebijakan tersebut: 2. proses belajar dari rumah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 

a. Belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun keluiusan; 

b. Belajar dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19;

c. Aktivitas dan tugas pembelajaran belajar dari rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah; 

d. Bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif (Sumber: https://setkab.go.id/).

Poin dua dalam Surat Edaran Mendikbud ini pada intinya mengainstruksikan pembelajaran haruslah dilaksanakan dari rumah melalui media daring (online). Seorang guru tetap melaksanakan tugasnya sebagai pengajar melalui media daring. Demikian sebaliknya, siswa tetap belajar dari rumah dengan memakai media ini. Diharapkan pembelajaran tetap berjalan sesuai dengan kalender pendidikan yang telah ditetapkan bersama. Meskipun pola pelaksanaannya sangat berbeda dengan pembelajaran dalam kondisi normal. Pemerintah berharap pelaksanaan pembelajaran ini dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran daring bukan tidak memiliki masalah. Cermati saja, masih banyak daerah di seluruh Indonesia belum memiliki jaringan internet memadai. Belum lagi, siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu tentunya tidak memiliki sarana pendukung proses pembelajaran tersebut, misalnya gawai. Jangankan membeli gawai, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka masih kesulitan. Jika akses internet tersedia dan gawai siswa ada, masalah lain muncul, yaitu biaya kuota internet. Mendikbud telah merevisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler. Mendikbud kemudian memberlakukan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler (https://www.kemdikbud.go.id/). Dalam permendikbud baru itu, diatur ketentuan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bisa digunakan untuk membeli pulsa internet bagi guru dan siswa dalam mendukung pembelajaran dari rumah selama masa darurat Covid-19.

Dalam Pasal 9A Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020, disebutkan bahwa selama masa penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sekolah dapat menggunakan dana BOS Reguler untuk pembiayaan langganan daya dan jasa. Pembiayaan langganan daya dan jasa tersebut dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Ketentuan penggunaan dana BOS Reguler ini berlaku mulai April 2020 sampai dengan dicabutnya penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 oleh pemerintah pusat. Keluarnya revisi Permendikbud ini seharusnya membawa angin segar kepada guru dan peserta didik. Terutama kepada guru honorer dan peserta didik yang kurang mampu. Setidaknya mereka tidak lagi terbebani oleh pemikiran penyediaan kuota internet, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Namun, bagaimana implementasinya di lapangan?

Pembelajaran daring pada jenjang pendidikan dasar (SD-SMP) paling potensial terkendala dalam proses transfer materi ajar. Peran orang tua menjadi sangat besar dalam meminimalisir kemampuan daya serap siswa. Keberhasilan siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru secara daring dapat dibantu oleh orang tua mereka. Hal ini terjadi karena tidak semua siswa dapat memahami dengan baik penjelasan guru secara online. Orang tua akhirnya mengambil alih peran guru memberikan penjelasan tambahan secara lengkap kepada anaknya. Orang tua yang memahami materi ajar pastilah tidak memiliki kendala untuk memberikan pemahaman merenik kepada anaknya. Namun, tidak sedikit orang tua tidak dapat memahami materi ajar anak mereka. Belum lagi kesibukan orang tua yang harus bekerja dari rumah atau kesibukan mengurus rumah tangga. Tambah rumit, jika orang tua memiliki jumlah anak lebih dari satu duduk dijenjang pendidikan ini, misalnya SD. Meskipun demikian, dalam Surat Edaran Mendikbud telah ditetapkan bahwa pembelajaran secara daring harus tidak terbebani oleh tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun keluiusan. Artinya, pembelajaran secara daring tidak akan mengacu kepada kriteria capaian kurikulum dan kelulusan bagi pembelajar. Sebagaimana diketahui bahwa capaian pembelajaran (learning outcomes) adalah suatu ungkapan tujuan pendidikan, yang merupakan suatu pernyataan tentang apa yang diharapkan diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan suatu periode belajar. Capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja (Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti Republik Indonesia 2015). Jelas bahwa kecakapan pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan pengalaman kerja tidak akan dapat tercapai sesuai harapan dalam pembelajaran daring sebagai akibat berbagai keterbatasan. Guru dalam pembelajaran secara daring pada masa pandemi Covid-19 tentulah tidak mengalami kendala yang besar dalam penyediaan teknologi pendidikan. Hal ini terjadi karena Ikatan Guru Indonesia (IGI) telah melakukan sejumlah pelatihan menggunakan teknologi informasi dengan menggandeng sejumlah pihak termasuk pemerintah daerah pada sejumlah wilayah di Indonesia (https://www.kabarmakassar.com). Artinya, guru memang sudah dipersiapkan melek teknologi pendidikan untuk diterapkan dalam proses pengajaran. Jadi, begitu wabah ini dinyatakan sebagai pandemi berskala nasional oleh pemerintah, guru dengan mudah menyesuaikan penggunaan model pembelajaran daring. Akan tetapi, masalah klasik akan kembali menghantui proses pembelajaran ini, yaitu ketersediaan sarana dan prasarana pendukung. Tentu kita tidak akan lupa peristiwa berikut ini: Seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar meninggal dunia saat dalam perjalanan ke lokasi yang memiliki jaringan internet. Korban saat itu disebut hendak mengerjakan tugas-tugas online semasa social distancing, tapi ia terjatuh dari motor dan meninggal di tempat (https://news.detik.com/...). Demikian pula dengan seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) yang berasal dari Sinjai, dikabarkan meninggal setelah terjatuh dari menara masjid. Rudi Salam yang beralamat di Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai, berusaha untuk mencari sinyal telepon untuk akses internet bagi keperluan kuliah daring (https://terkini.id/news/...).

Lain lagi cerita mahasiswa di Panassang, Desa Tallu Bamba, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, harus berjuang keras mengikuti kuliah secara daring. Di desa mereka, jaringan internet tidak tersedia secara memadai. Oleh karena itu, jaringan internet hanya bisa didapatkan di spot-spot tertentu. Walhasil, mereka harus keluar rumah menuju ke sebuah bukit setiap hari untuk mengikuti kuliah dari dosen mereka. (https://makassar.tribunnews.com ...).

Kisah guru Ujang adalah seorang guru kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 01 Purbayani, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Desa ini berjarak sekitar 100 kilometer dari ibu kota Kabupaten Garut dengan durasi tempuh tiga hingga empat jam. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani dan nelayan (https://www.tempo.co/bbc ...). Di tengah pandemi corona ini, Ujang berinisiatif mendatangi rumah murid- muridnya, walau pemerintah sudah memutuskan untuk memberlakukan pembelajaran jarak jauh secara daring serta melalui siaran TVRI. Menurutnya, sebagian besar muridnya tidak memiliki gawai. Sementara, pembelajaran melalui TVRI sulit diakses karena sinyal televisi hanya bisa ditangkap menggunakan antena parabola yang harganya cukup mahal.

Kondisi yang sama terjadi di Sumenep, Jawa Timur, seorang guru mendatangi rumah anak didiknya satu persatu karena sebagian besar orangtuanya tidak memiliki gawai pintar untuk belajar dari rumah (https://www.kompas.tv/article/...). Hal yang sama terjadi di daerah Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan, keterbatasan perangkat, akses internet, hingga ketidakmampuan ekonomi memaksa para guru mendatangi siswa seminggu sekali untuk mengevaluasi apa yang telah dipelajari siswa selama seminggu. Setiap guru rata-rata membimbing siswa berkisar 30 menit hingga 1 jam (https://kompas.id/...)

Sederet peristiwa ini seharusnya menyadarkan pemerintah pusat dan daerah. Penyediaan layanan pendidikan, jaringan telekomunikasi, dan kesejahteraan rakyat harus menjadi salah satu prioritas utama di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil. Tentu kita tidak ingin ada virus baru yang memaksa keadaan seperti saat ini terulang kembali. Akan tetapi, tidak satu pun ahli virologi yang dapat menjamin hal itu tidak akan terjadi. Olehnya itu, pemerintah wajib berbenah membangun sarana prasarana pendukung dunia pendidikan Indonesia agar kendala serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Ada tiga tugas Negara dalam Pembukaan UUD 1945 yang berkaitan langsung dengan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Negara wajib: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itulah, semua golongan, suku, partai, ormas, dan agama harus membuang ego yang hanya mementingkan kelompok mereka. Ego sektoral pusat dan daerah harus dikikis dalam menangani problematika ini sehingga tidak ada dikotomi kebijakan yang tumpang-tindih.

Pembelajaran daring yang sedang berlangsung saat ini harus dievaluasi secara berkala. Pemerintah, ahli pendidikan, dan teknologi pendidikan, wajib duduk bersama mencari solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Indonesia terdiri dari 17.504 pulau, dengan luas wilayah 5.455.675 km2 tentu memiliki tantangan yang berbeda-beda. Pemetaan kategorisasi kondisi sarana dan prasarana pendidikan di tiap wilayah seharusnya telah diketahui sebelumnya oleh pemerintah. Pemetaan ini akan sangat bermanfaat untuk mengetahui pilihan kemungkinan model pembelajaran yang dapat dipakai oleh satuan pendidikan di daerah.

Bukannya, menyamaratakan model pembelajaran untuk seluruh daerah di Indonesia. Akibatnya, fenomena peristiwa miris yang telah saya uraikan sebelumnya tidak dapat dihindari. Pemerintah sebenarnya tidak kesulitan dalam mencari partner diskusi tentang masalah ini. Indonesia telah mencetak banyak pakar yang tersebar diberbagai Perguruan Tinggi di daerah. Pemerintah daerah tinggal menggandeng mereka untuk mendapatkan masukan sesuai bidang keahlian dan spesifikasi keilmuanya. Jadi, pemerintah tidak memiliki alasan untuk gagal mencari solusi terbaik dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa. Kecuali, pemerintah daerah memang tidak menginginkannya. Salah satu modal keberhasilan pembelajaran daring adalah guru yang kreatif. Menyajikan pembelajaran dengan terencana, inovatif, menyenangkan, dan efektif tentulah tidak mudah. Dengan berbagai keterbatasan pembelajaran daring posisi guru menjadi sentral dalam mengimplementasian media teknologi dalam belajar. Namun, kegagalan pembelajaran yang mungkin saja terjadi tidak dapat dilimpahkan sepenuhnya kepada guru. Sudah waktunya untuk tidak saling menyalahkan atau mencari-cari kesalahan. Apalagi mencari keuntungan bagi diri pribadi dalam masa wabah Covid-19. Pembelajaran daring yang dilakukan oleh guru dan siswa dari rumah merupakan bentuk perlawanan terhadap virus Covid-19. Jadi, semua stakeholder di NKRI harus bahu- membahu untuk memerangi Covid-19 dengan mengikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Akhirnya, harapan besar tetap kita sematkan ke pundak pemerintah untuk mencari formulasi efektif dan efesien dalam pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Hal ini wajib dilakukan agar proses mencerdaskan generasi muda bangsa tetap berjalan.

MENGULIK SINGKAT PEMBELAJARAN DARING MASA COVID-19  MENGULIK SINGKAT PEMBELAJARAN DARING MASA COVID-19 Reviewed by idiomatik on May 10, 2022 Rating: 5

1 comment:

  1. Pemerintah seharusnya menyiapkan seperangkat regulasi kurikulum dalam kedaruratan mulai saat ini. Menyiapkan Infrastruktur pendidikan dengan baik. Hal ini karena Wabah bisa datang kapan saja: lebih baik kita bersiap sebelum terlambat. Maju terus Indonesia

    ReplyDelete

Powered by Blogger.